NOSTALGIA BUKIT KARAN



Ibunda memberitahu bahwa saya akan disekolahkan masuk Sekolah Rakyat di Teluk Bayur. Kata Angah, itu panggilan kami anak-anak pada beliau, saya harus mau berjualan hasil kebon untuk uang jajan sekolah. Saya senang saja disuruh jualan, yang penting saya bisa sekolah. Saya masuk Sekolah Rakyat tahun 1959. Angah tidak sampai setahun melihat saya pergi sekolah, beliau meninggal dunia dalam usia muda pada tahun 1959. Adik bungsu saya, Eddy baru berusia setahun, masih menyusu dengan Angah. Setelah Angah meninggal, saya dan dua adik saya tinggal bersama kakek dan nenek dari pihak Angah.
Pada tahun pertama saya sekolah di SR No. 16 Teluk Bayur, diterapkan aturan belajar, sebulan masuk pagi, sebulan masuk siang. Pada waktu sekolah masuk pagi, siangnya saya jualan hasil kebon ke Teluk Bayur. Pada waktu sekolah masuk siang, saya jualan di Pasar Gaung. Hasil kebon yang saya jual adalah singkong dan daunnya serta pisang dan juga daun pisang. Tanaman di kebon kami itu tidak banyak jenisnya.
Dari rumah ke sekolah atau ke pasar selalu jalan kaki. Selain memang tidak punya sepeda atau motor, naik ke Bukit Karan itu hanya ada jalan setapak yang bisa ditempuh dengan jalan kaki. Bila hujan tiba, jalan lumayan licin, namun anehnya bisa selamat pulang pergi, tidak terjatuh dijalan.
Semasa kecil dulu, saya suka main layangan. Yang main layangan ketika itu bukan saja anak-anak, tetap banyak juga orang dewasa. Paman saya, Uncu Olin Zai paling jago bikin layangan, apalagi menerbangkannya. Bila main layangan di pagi hari, layangan mengarah terbang ke Teluk Bayur. Bila siang hari, layangan terbang ke arah Jundul, Rawang. Lokasi main layangan yang ramai digunakan saat itu merupakan lokasi yang strategis. Tanahnya relatif datar lebih luas. Pohon-pohon besar tidak ada. Dan yang waktu itu dianggap biasa saja, tetapi sekarang menjadi penting adalah dari tempat main layangan ini terhampar pemandangan yang sangat indah, baik bila memandang ke Teluk Bayur maupun ke Rawang.
Tempat inilah sekarang yang digarap menjadi area Wisata Bukit Karan. Saat ini mulai dibangun jalan aspal dengan lebar empat meter ditambah satu meter di kiri dan kanan jalan untuk pejalan kaki. Kalau jadi, Bukit Karan akan mengalami kemajuan yang pesat. Apalagi jika dibangun Vila, Restoran, tempat Outbond, jalur sepeda gunung, tempat jogging yang nyaman. Untuk periode tertentu diadakan Festival layangan seperti yang sering diselenggarakan di Bali dan daerah lain. Masya Allah, akan hebat sekali Bukit Karan.
Semoga warga yang sudah lama menetap di sana, sudah setengah abad lebih mereka di sana, tidak tersingkir, tetapi dapat maju bersama dengan pihak yang membangun kawasan wisata baru di Bukit Karan. (M Yusuf Sisus Lömbu)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ASAL USUL MARGA LÖMBU

KELUARGA BAPAK HA. BIDAWI ZUBIR DI MATA SEORANG PUTRA NIAS