DARI BUKIT KARAN KE SERPONG
Berdiri : Eddy Anshori dan M Yusuf Sisus. Duduk : Ingin, Yusna dan Lusia |
Dengan
kemajuan teknologi komunikasi, saya bisa menelpon adik-adik saya di Padang bila
saya kangen dengan mereka. Seperti yang saya lakukan hari ini (Ahad, 13 Mei
2018) saya bicara panjang lebar dengan adik saya yang nomer dua, Yusna. Adik
saya yang masih hidup saat ini ada empat orang, yaitu : Yusna, Eddy, Ingin dan
Lusia. Meninggal tiga orang, yaitu : Djuwir (Uwin), Kamba Rami dan Kamba Ati. Saat ini
saya tinggal di Serpong, Tangerang Selatan.
Masa
Kecil.
Ayah bunda saya orang Nias kelahiran Padang.
Ayah bernama Buyung Lava Lömbu, lahir 09 Maret 2015 di Rimbo Panjang - Padang dan ibu
bernama Upik Zai alias Kanaati Zai, lahir tahun 1935 di Pasar Usang.
Kakek saya (ayah dari ayah) bernama Suwökhi Lömbu berasal
dari Sogaeadu, Kecamatan Gidö, Gunung Sitoli Nias. Kakek dan nenek
dari pihak ibu saya, keturunan Nias yang lahir di Padang. Nama kakek Maun Zai dan nama nenek Umi Gulö. Saya lahir 11 Oktober
1952 di Parupuk, Tabing, Padang. Nama kecil saya Sisus dan nama ini saya pakai
sampai saya masuk kuliah di Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ). Ketika saya
berusia lima tahun, ada keluarga yang memberi nama khas Nias, yaitu Haogödödö
Lömbu. Haogödödö artinya perbaiki hati. Sewaktu saya kuliah di Perguruan Tinggi
Ilmu Al-Qur’an (PTIQ) di Jakarta, bapak Rektor Prof. KH. Ibrahim Hosen meminta
agar nama Sisus diganti dengan Muhammad Yusuf. Saya setuju, tetapi nama Sisus
tetap melekat, maka nama saya menjadi Muhammad Yusuf Sisus alias Haogödödö Lömbu.
Adik
yang satu ibu satu ayah dengan saya ada tiga orang, Djuwir (Uwin), Yusna dan
Eddy. Djuwir (Uwin) lahir 19 Januari 1954 meninggal dunia pada usia lima tahun, 07 Agustus 1959 di Bukit
Karan. Yusna lahir tahun 1957 dan Eddy lahir tahun 1959. Adik saya Eddy juga
punya nama Nias, yaitu Sökhiatulö, artinya bagus yang lurus. Ibu saya meninggal 05 April 1960, saat itu saya masih duduk di bangku Klas I Sekolah Rakyat No. 16 Teluk Bayur, Padang. Adik
saya Eddy masih menyusu dengan ibu, usianya belum setahun saat ibu
meninggal. Sekitar tujuh tahun kemudian, tahun 1966 ayah menikah
dengan ibu Sopan Dohare, keturunan Nias yang lahir di Pasar Usang. Dengan ibu
sambung ini ada empat adik saya, namun yang hidup saat ini dua orang, yaitu :
Ingin lahir 29 Juli 1968 dan Lusia lahir 20 Oktober 1970. Lusia ini lahir
kembar tiga, merupakan keluarga pertama yang lahir kembar tiga di Bukit Karan.
Namun dua kembarannya, semuanya perempuan, meninggal dunia beberapa hari
setelah lahir. Ayah saya meninggal 19 April 1975 di Bukit Karan, Padang.
Sewaktu
saya berusia setahun, kami pindah dari Tabing ke Bukit Karan, Rawang Kecamatan
Padang Selatan. Setahu saya mayoritas penduduk yang tinggal di Bukit Karan
adalah orang Nias. Mereka beragama Kristen Protestan dan sebagian kecil ada
yang Kristen Katolik. Mata pencaharian utama bertani. Sebagian lainnya bekerja
sebagai kuli di Pelabuhan Teluk Bayur. Ayah saya selain bertani, beliau juga
tercatat pegawai Jawatan Pelabuhan Teluk Bayur. Ayah mendapat pensiun dan
setelah ayah meninggal tahun 1975 uang pensiun tersebut diterima ibu Sopan Dohare. Ibu Sopan Dohare telah pula meninggal 09 Maret 2015.
Suatu
hari ayah bunda mengatakan kepada saya, bahwa saya akan masuk Sekolah Rakyat Negeri
No. 16 di Teluk Bayur. Tapi ada syaratnya, yaitu untuk uang jajan, saya harus
berjualan hasil kebun, seperti ketela singkong, pisang dan sayuran di pasar.
Hal itu saya sanggupi asal sekolah. Saya masuk SR tahun 1959. Seingat saya,
dulu itu sebulan masuk pagi sebulan masuk siang, berlangsung secara bergantian.
Bila sekolah masuk pagi, saya berjualan di Teluk Bayur. Bila sekolah masuk
siang, saya berjualan di Gaung. Berjualan hasil kebun ini saya jalani selama
lima tahun, yaitu sampai klas V SR.
Sebagai
seorang yang masih anak-anak, saya juga bermain dengan teman-teman sebaya.
Permainan yang saya suka antara lain, main layangan, main gundu dan lain-lain.
Saya sendiri pandai membuat layangan yang berbentuk segi empat, di Padang
disebut layang-layang “maco” dan layangan yang memakai ekor panjang, yang
dikenal dengan nama layang-layang “darek”. Layang-layang darek ini bila sudah
terbang tinggi, dia melenggang-lenggok di udara, enak dilihat. Saat yang baik
bermain layangan adalah siang hari sampai sore.
Masuk Islam.
Semenjak
ibunda saya meninggal tahun 1959, empat tahun lamanya saya tinggal
bersama nenek Umi Gulö dan kakek Maun Zai, orang tua dari ibunda saya. Di saat
usia saya 12 tahun, waktu itu saya sudah kelas VI SR, pada hari Kamis 31
Desember 1964 saya masuk Islam. Keinginan masuk Islam saya rahasiakan baik
kepada ayahanda maupun kepada kakek dan nenek saya. Takut tidak
diijinkan. Saya pergi bersama guru agama saya ibu Siti Ramani ke
Kantor Urusan Agama (KUA) di Jati Padang, kira-kira 8 KM jaraknya di Bukit
Karan. Saya ditemani saudara sepupu, Seli Waruwu. (Alhamdulillah, Seli Waruwu, saya panggil Ga'a, masuk Islam pada tahun 2002). Kami
diterima pak Oejoen, petugas KUA dan saya dibimbing mengucapkan Dua Kalimat
Syahadat. Mengapa saya masuk Islam, silakan klik tautan ini http://www.yusuf-sisus.com/2007/12/mengapa-saya-masuk-islam.html
Tinggal di Teluk Bayur.
Usai
acara pengislaman, saya kembali ke rumah kakek mengambil pakaian sehari-hari
dan buku sekolah, lalu saya pergi ke rumah Adimar, teman sekolah yang mengajar
saya shalat. Ayahnya bernama bapak Adel Mahyudin, pegawai Jawatan Kereta Api di
Teluk Bayur. Sebulan lebih saya di sini, dari Ramadhan sampai ‘Idul Fithri
1384H.
Karena
ingin lebih dekat dengan rumah guru mengaji Ustadz Marsudin, saya pindah ke
rumah teman saya yang lain, yaitu Irmansah, anak dari bapak Idris Suki di
Asrama Jawatan Pelabuhan Teluk Bayur yang terletak dekat jalan menuju Air
Manis. Baik Adimar maupun Irmansyah, kami satu kelas di SR No. 16 Teluk Bayur.
Beberapa bulan saya di rumah Irmansah, kemudian saya pindah ke Masjid Muhammadiyah Teluk
Bayur.
Suatu
hari ayah datang menemui saya di Masjid. Saya takut kalau beliau memarahi saya
karena masuk Islam. Tetapi ternyata tidak marah. Malah beliau menyerahkan sehelai kain sarung kepada saya agar dipakai untuk shalat. Alhamdulillah, saya bersukur kepada Allah. Beliau ketika itu masih seorang
animis. Tiga tahun kemudian setelah saya masuk Islam, tahun 1967 ayah bersama
keluarga besar lainnya masuk Kristen Katolik. Kakek Maun Zai dan nenek Umi Gulö beserta anak dan cucu beliau masuk Kristen Katolik.
Mendalami Islam.
Tamat
Sekolah Rakyat (SR) saya masuk Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) 6 Tahun
Padang. Biaya sekolah dan makan sehari-hari selama enam tahun saya
di PGAN ditanggung Muhammadiyah dan Aisyiah Teluk Bayur. Saya sangat berutang
budi dengan masyarakat muslim Teluk Bayur, khususnya yang tergabung dalam
organisasi Muhammadiyah dan Aisyiah Teluk Bayur, yang tidak dapat saya sebutkan
satu persatu di sini. Sehingga saya ini disebut anak Muhammadiyah dan
Aisyiah.
Biaya
sekolah dan pakaian diusahakan oleh bapak-bapak Muhammadiyah. Bapak A Kasim,
beliau Ketua Muhammdiyah saat itu, paling rajin mengumpulkan infak untuk biaya
sekolah dan pakaian saya. Adapun makan sehari-hari ditanggung secara bergilir
oleh ibu-ibu Aisyiah. Misalnya bulan Januari saya makan di rumah ibu Darimin,
bulan Pebruari di rumah ibu Jani Bonjol, bulan Maret di rumah ibu Yunibar,
bulan April di rumah Aci Jalinus, bulan Mei di rumah ibu Jani Amir, dan
seterusnya di tempat ibu-ibu lain secara bergantian.
Sejak
kelas I sampai klas V PGAN saya tinggal di Masjid Muhammadiyah Teluk Bayur.
Masuk kelas terakhir atau klas VI PGAN saya tinggal di rumah ibu Khadijah
Zakaria, ibunda dari taci Syafiyeti Rasyad dan Lailawati
Rasyad. Saya dan Lailawati Rasyad sama-sama kelas VI PGAN sehingga
kami bisa belajar bersama untuk menghadapi ujian akhir. Rumah ibu Khadijah
Zakaria tidak jauh dari Masjid, hanya berjarak kira-kira 50 meter. Semenjak
tinggal di ibu Khadijah, makan saya
tidak lagi pindah-pindah dari satu rumah ke rumah yang lain.
Tamat PGAN 6 Tahun Padang pada
tahun 1971, saya kuliah di Fakultas Tarbiyah, Jurusan Bahasa Arab, IAIN Imam
Bonjol Padang. Tetapi tidak lama di IAIN, hanya sebulan. Saya diajak oleh Ilham
Chaliq Lukman, senior saya di PGAN yang sudah terlebih dahulu berangkat ke
Jakarta, agar saya pindah ke Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur'an (PTIQ) Jakarta.
Saya ikut test di Padang. Satu orang yang lulus test akan menjadi mahasiswa
PTIQ utusan Propinsi Sumatera Barat. Yang terpilih Asmini, saya tidak. Ilham Chaliq
Lukman menyarankan agar saya tetap ke Jakarta. Bapak Bachtiar Ilyas yang kala
itu berdinas di Depag Sumatera Barat memberikan dukungan agar saya ke Jakarta.
Alhamdulillah saya diterima kuliah di PTIQ Jakarta. Saya berhasil menyelesaikan
sampai tingkat Sarjana Muda dengan gelar BA. Kuliah di PTIQ bagi saya sangat
berat terutama menghafal Al-Qur'an. Akhirnya tahun 1976, Pimpinan PTIQ
mempersilahkan saya melanjutkan ke Perguruan Tinggi lain.
Sebelum melanjutkan kuliah, saya bekerja
di Perpustakaan Islam dari tahun 1976 - 1979. Tanggal 01 Juni 1979 saya
diterima bekerja di Perum Astek (berganti nama menjadi PT Astek, PT Jamsostek, sekarang
BPJS Ketenagakerjaan). Tahun 1993 saya kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Muhammadiyah
Jambi. Selesai S1 pada tahun 1995. Tahun 1996 saya dipindahkan ke Kantor Pusat
PT Jamsostek. Pada tahun 1996 itu juga Perusahaan memberikan bea siswa kepada
beberapa orang karyawan, termasuk saya, untuk kuliah Universitas Indonesia, Program
Pascasarjana. Saya mengambil Jurusan Administrasi Publik dan selesai tahun 1998
dengan gelar M.Si.
29 tahun di PT Jamsostek (Persero).
Bertepatan dengan kelahiran Ulfah Yusuf, anak
pertama pada tanggal 01 Juni 1979, terhitung tanggal yang sama saya diterima
bekerja di Perum Astek dan ditempatkan di Bagian Humas. Waktu itu kami tinggal
di Cempaka Putih. Selama tiga tahun sebelum menjadi karyawan Perum Astek, saya
bekerja di Perpustakaan Islam di Kebayoran Baru. Selain itu, saya mengajar
Al-Qur'an untuk anak-anak di Masjid Al-Huda Cempaka Putih Tengah.
Sekitar
lima tahun saya di Bagian Humas, kemudian tahun 1984 dipindahkan ke Kantor
Cabang DKI Jakarta. Dua tahun kemudian dipindahkan ke Biro Humas. Hanya
berlangsung dua bulan, saya dipindahkan ke Divisi Operasi Wilayah II dari tahun
1986 sampai 1989. Lalu dipindahkan ke Pekalongan menjabat Kepala Cabang. Saya
bertugas di kota Batik ini dari tahun 1989 sampai 1991. Dari Tahun 1991 sampai
1993 dapat amanah sebagai Kepala Cabang di Solo. Dari Solo pindah ke Jambi
tahun 1993. Di Jambi ini saya bekerja sambil kuliah pada sore hari di Sekolah
Tinggi Ilmu Dakwah Muhammadiyah Jambi. Dua tahun di Jambi, lalu dimutasi ke
Biro Litbang Kantor Pusat.
Terulang lagi bekerja
sambil kuliah di Universitas Indonesia. Tahun 1998 sampai 2001 diberi
kepercayaan memimpin Kantor Cabang Setiabudi. Kemudian masuk Pusat pada tahun
2001 sampai 2004 menjadi Kepala Biro Perlengkapan dan Sarana. Empat tahun
menjelang pensiun diberi amanah menjadi Direktur Utama Dana Pensiun Karyawan
Jamsostek. 01 Nopember 2008 pensiun.
Menjadi Dosen dan Mengurus Biro Perjalanan Umroh.
Tahun
2007 saya dapat kesempatan mengajar di dua Perguruan Tinggi Swasta, yaitu di
Institut PTIQ Jakarta dan Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Jakarta. Di
Institut PTIQ mengajar Ilmu Dakwah sedang di UAI mengajar Pendidikan Agama Islam
(PAI). Kegiatan mengajar dengan status Dosen Tidak Tetap ini sudah berjalan 13 tahun (2007 - 2020). Selain itu, aktif di Biro Perjalanan Umroh PT As-Salam Mulya Al-Haromain
di Jakarta. Alhamdulillah masih ada kegiatan.
(Edit 05/07/2020)
Komentar