MENGAPA SAYA MASUK ISLAM

Nama kecil saya Sisus. Nama Nias saya Haogödödö Lömbu, 10 tahun setelah masuk Islam, Bapak Prof Ibrahim Hosen (Rektor PTIQ waktu itu) menyarankan agar nama saya diganti menjadi Muhammad Yusuf.
Saya setuju dan setelah penggantian nama ini saya urus ke Departemen Kehakiman, nama saya selengkapnya Muhammad Yusuf Sisus. Saya bersyukur kepada Allah yang telah berkenan memberi hidayah kepada saya, sehingga yang tadinya saya menyembah berhala (animis), hari Kamis 31 Desember 1964 bertepatan dengan 26 Sya'ban 1384H, di KUA Jati Padang, saya masuk Islam dengan mengucapkan Dua Kalimat Syahadat. 

Guru agama saya waktu itu ibu Hj Siti Ramani, semoga Alah memberi Rahmat pada beliau. Beliaulah yang membimbing saya dan mengantar saya ke KUA Jati Padang. Saya heran juga, mengapa saya begitu berani mengambil keputusan berpindah agama ketika itu. Saya sendiri saat itu baru berusia 12 tahun, duduk di kelas enam Sekolah Rakyat Nomor 16 Teluk Bayur, Padang. Saya tidak berfikir panjang apa akibatnya bila diketahui keluarga. Tapi yang jelas, setelah masuk Islam, hari itu juga saya meninggalkan rumah orang tua saya di Bukit Karan, Rawang II, Kecamatan Seberang Padang, Kodia Padang. 

Saya tinggal di rumah bapak Adel Mahyuddin (pegawai PJKA), semoga beliau dirahmati Allah. Tidak lama kemudian, karena ingin dekat dengan rumah bapak Marsudin (guru ngaji saya), saya pindah di rumah bapak Idris Suki (Pegawai Jawatan Pelabuhan) di Asrama Pompa Jawatan Pelabuhan Teluk Bayur. Selanjutnya saya tinggal di Masjid Muhammdiyah Teluk Bayur, lalu terakhir di rumah ibu Khadijah Zakaria. Semoga semua orang yang pernah menolong saya di Teluk Bayur dulu, diterima amalnya, diampuni dosanya dan mendapat pahala berlipat ganda dari Allah SWT. 

Agak sulit bagi saya mengisahkan mengapa saya masuk Islam. Yang jelas ada dorongan yang kuat dalam hati untuk meninggalkan "agama asli" orang tua saya berpindah ke Islam. Lingkungan saya di Bukit Karan mayoritas Kristen, namun di Teluk Bayur mayoritas muslim. Teluk Bayur tempat saya sekolah dan bermain.

Sewaktu di Sekolah Rakyat, guru agama Islam yang mengajar kami, mempersilahkan saya memilih, boleh keluar kelas, boleh juga tetap mengikuti pelajaran agama. Saya pilih tetap dalam kelas. 

Bapak Syamsul Hidayat, guru agama waktu saya klas III, pintar sekali bercerita, terutama cerita Nabi-nabi. Kisah Nabi Ibrahim as yang menghancurkan berhala sangat terkesan bagi saya. Berhala itu, manusia yang membuatnya. Alangkah bodohnya kalau berhala itu kita sembah. 

Selanjutnya saya tertarik melihat orang yang berwudhu sebelum shalat. Dia membersihkan dirinya, tentu akan sangat bagus untuk memelihara kesehatannya. Karena kebersihan pangkal kesehatan. 

Puncaknya adalah ketika ibu Siti Ramani, guru agama kami di klas VI menceritakan Kisah Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW. Bagian yang mengesankan saya adalah ketika Nabi SAW melihat orang memukul kepalanya sampai pecah dan kepala itu utuh kembali dan dipukul lagi oleh yang bersangkutan. Menurut ibu Siti Ramanai, ketika Nabi Muhammad SAW bertanya kepada Malaikat Jibril, dijelaskan bahwa orang itu adalah umat Nabi Muhammad SAW yang enggan mendirikan shalat, nanti dia menyesal dan memukul kepalanya sendiri. Dalam hati saya berkata: "Saya nanti tidak mau memukul kepala saya sendiri. Lebih baik saya shalat". Tapi bagaimana saya shalat, saya sendiri bukan seorang muslim?

Hari itu juga saya menghadap ibu Siti Ramani, saya nyatakan keinginan saya masuk Islam. Ibu Siti Ramani tidak langsung meng-Islamkan saya. Pada hari Kamis, 31 Desember 1964, Ibu Siti Ramani membawa saya ke Kantor Urusan Agama (KUA). Di KUA  ini saya mengucapkan Dua Kalimat Syahadat.
Untuk memahami Dua Kalimat Syahadat, silakan klik tautan di bawah ini! https://id.wikipedia.org/wiki/Syahadat

(Edit 05/07/2020)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ASAL USUL MARGA LÖMBU

KELUARGA BAPAK HA. BIDAWI ZUBIR DI MATA SEORANG PUTRA NIAS