KENANGAN BERSAMA BAPAK LET KOL POL (PURN) H. BASSIR TANJUNG’S



Bang Bassir Tanjung meninggal dunia jam 09.45, hari Senin, 24 Oktober 2014 di RS POLRI Kramat Jati, Jakarta. Sore harinya langsung diterbangkan ke Medan, dan Insya Allah pemakaman akan dilaksanakan besok Selasa 21 Oktober 2014 di Taman Makam Pahlawan Medan.

Saya punya kenangan tersendiri dengan beliau, seperti yang saya tulis berikut ini.

Pada suatu hari, seorang teman  memberi tahu, ada Polisi mencari saya. Saat itu, tahun 1972, saya masih kuliah di Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ) Pasar Jum’at  Jakarta dan  dan tinggal di Asrama yang sudah disiapkan untuk mahasiswa.  “Waduh, ada apa ini, saya tidak melakukan kesalahan apa-apa, kok dicari Polisi”, kata saya dalam hati. Begitu ketemu, beliau memperkenalkan diri : “Saya Bassir Tanjung, orang Nias, seorang polisi tinggal di Asrama Polisi Pasar Jum’at, tidak jauh dari Kampus PTIQ ini. Betul anda orang Nias?”, tanyanya. “Betul. Tapi saya Nias Padang, orang Nias yang lahir di Padang”,  jawab saya singkat. Mulanya agak tegas, tetapi dalam pembicaraa selanjutnya beliau bicara sangat sopan dan ramah, sehingga suasana kaku menjadi  cair.
Itulah pertama kali kami berkenalan, dan selanjutnya kami sudah seperti orang bersaudara. Saya memanggilnya “Abang Bassir”.

Tahun 1975, saya pulang ke Padang karena ayah saya meninggal. Beliau memberi sejumlah uang kepada saya  untuk tambahan ongkos atau sangu di jalan.

Saya sempat kehilangan jejak beberapa tahun. Sewaktu saya mencari Bang Bassir di Asrama Polisi Pasar Jum’at, sudah tidak di sana lagi. Kemudian saya dapat kabar bahwa “Ama Ganita” ini, demikian keluarga Nias memanggilnya, sudah pindah ke Nias menjadi WAKA POLRES di sana. Saya  belum bisa mengontak, karena tidak punya nomor  teleponnya.  Saya terus mencari info di mana beliau berada. Ada teman dari Nias mengatakan bahwa ayah lima anak ini sudah pensiun dan kini tinggal di Jalan Flamboyan, Komplek POLDA Blok A No. 4, Tanjung Selamat, Medan. Saya bekerja di Jamsostek. Sewaktu dapat tugas ke Jamsostek Medan, sisa waktu yang ada saya manfaatkan untuk mencari Abang Bassir Tanjung’s. Saya dibantu pak Damrah Mu’ad, karyawan Jamsostek, mencari alamat Bang Bassir. Alhamdulillah ketemu. Sejak itu shilaturrahim dijalin kembali.

Setahun setelah gempa dahsyat memporak porandakan Nias, saya bermaksud berkunjung ke Nias sambil mencari kampung kakek saya di Sogaeadu, Kecamatan Gido, Nias. Saya hubungi  Bang Bassir Tanjung. Sepontan beliau merespon, siap pergi ke Nias bersama saya. Dari Jakarta, saya singgah di rumah Bang Bassir, menginap semalam di sana, kemudian  baru esok harinya, Kamis tanggal 14 April 2006 saya dan Bang Bassir terbang naik Merpati menuju Bandara Binaka Nias. Itulah pertama kali saya menginjakkan kaki di Nias, pada usia saya yang ke 54 tahun.

Selama di Nias, kami melihat bangunan-bangunan yang runtuh, terutama Masjid dan Mushalla, antara lain Masjid Raya Al-Furqan di Pasar Gunung Sitoli. Kami juga sampai di Sogaeadu, Kecamatan Gido, kampung kakek saya yang bernama Suwokhi Lombu. Kami ketemu Ama Pardin Lombu, Kepala Desa Sogaeadu. Di kampung kakek saya ada juga Masjid, namanya Masjid Jami’ Al-Furqan. Ummat Islam di Sogaeadu tercatat 12 KK.

Dalam perjalanan waktu berikutnya, Bang Bassir sering telepon saya. Saat beliau mau naik Haji bersama isteri (kak Masithah), beliau pamitan dengan saya. Sewaktu adik ipar saya mau mantu, Bang Bassir banyak membantu, terutama mengatur pelaksanaan acaranya.  Baru-baru ini ketemu orang Nias marga Lombu di Bengkel, beliau beritahu saya bahkan diperkanalkan dengan  orang yang semarga dengan saya, sama-sama marga Lombu.

Sebenarnya kami hampir “besanan”. Bang Basir punya anak bujang, saya punya anak gadis. Lalu mau dijodohkan. Begitu ceritanya. Tetapi anak-anak kami ini lebih memilih pasangan yang lain. Anak-anak ini merasakan hubungan sudah sedemikian dekat, seperti saudara, sehingga kurang sereg bila dijodohkan.

Hari Jumat, 17 Oktober kemaren Bang Bassir menelpon saya. Beliau minta tolong memberi sambutan atas nama keluarga pada acara Pernikahan keponakannya, Khairunnisa Tanjung. Namun saya menolak. Dalam pikiran saya, Bang Bassirlah orang yang lebih pantas memberi sambutan tersebut. Tapi saya katakan :  “Insya Allah saya akan hadir, Bang”. “Baiklah kalau begitu, kita ketemu besok Sabtu, 18 Oktober 2014 di tempat pesrta, yaitu Jalan Impres, Komplek Kembang Larangan, Jalan Langkuas II Ujung No. 27, Larangan Selatan, Ciledug, Tangerang”.

Esok harinya, saya dan isteri pergi menghadiri Resepsi Pernikahan keponakan Bang Bassir Tanjung, Chairunnisa Tanjung dan M Nasir di Ciledug, namun saya kaget dikabari oleh Hamdan Tanjung bahwa Bang Bassir tidak dapat hadir pada acara ini karena Bang Bassir masuk RS POLRI Kramat Jati. Kami bergegas ke RS POLRI. Jam besuk mulai jam 17.00 – 19.00. Kami ketemu Bang Oge, ipar Bang Bassir yang menunggu sejak malam kemaren. Sore itu, Nita anak Bang Bassir bersama suaminya, Adlansyah serta anak mereka, juga datang besuk .  

Bang Bassir merasakan sakit di bagian perut sebelah kiri. Apa sakit sesungguhnya, belum diketahui. Bang Bassir masih lancar berbicara sore itu. Beliau bilang sama Nita : “Ikhlaskan  Papa jika umur ini pendek”. Saat itu juga meledak tangis Nita, sambil berkata : “Papa jangan ngomong gitu, dong! Kami sayang sama Papa”. Kurang lebih begitu kata-kata Nita. Suasana semakin sedih. Tidak lama suami Nita, Adlansyah masuk dan menyalami mertuanya. Sore itu semua kumpul di Ruang Cendana 2, kamar No. 4 RS POLRI. Keesokan harinya, Bang Bassir dipindahkan ke Ruang VIP. Tapi kondisi Bang Bassir semakin menurun.

Senin pagi, 20/10, Nita menelpon saya, menyampaikan kondisi  Papanya semakin drop. Saya sedang mengajar di PTIQ, tidak bisa pergi. Saya menelpon pak Haji Ali Yusri Ibrahim. Rupanya pak Haji yang dikenal sebagai Humas masyarakat Nias ini sedang berada di RS POLRI. Beliau memberitahu saya bahwa Bang Bassir meninggal dan jenazah akan dibawa ke Medan. Tidak lama, Hamdan Tanjung menelpon, menyampaikan berita yang sama.  Saya menelpon Nita, menanyakan Papanya.  “Om Yusuf, Papa sudah tidak ada”, jawab Nita sambil menangis.

Saya masih di kelas. Hari Senin ini saya mengajar di PTIQ tiga jam kuliah, jam pertama sampai dengan jam ketiga, atau dari jam 08.00 sampai dengan jam 13.00. Sementara itu, teman-teman di As-Salam Travel menunggu saya, ada hal penting yang dikerjakan. Saya bingung, bagaimana mengatur waktu. Akhirnya saya putuskan, saya akan menyusul ke Bandara Soekarno Hatta saja. Rencana ke Medan jam 17.00 naik Garuda, jadi masih sempat ketemu Nita dan keluarga.

Dari Assalam Travel di Tanah Kusir, saya meluncur lewat tol Ulu Jami’ menuju Bandara Soekarno Hatta. Lancar! Alhamdulillah masih sempat ketemu Nita sekeluarga, Buyung, Wiwin dan bang Oge. Juga ketemu pak Amran Tanjung dan pak Badri serta beberapa anggota keluarga dekat lainnya yang mengantar sampai Bandara Soeta, sama dengan saya.

Semoga Bang Haji Bassir mendapat tempat yang nyaman di alam Barzah dan kiranya termasuk salah seorang yang akan dimasukkan Allah ke dalam surga Jannatun Na’im. Aamiin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ASAL USUL MARGA LÖMBU

KELUARGA BAPAK HA. BIDAWI ZUBIR DI MATA SEORANG PUTRA NIAS